Senin, 01 Oktober 2012

FUNGSI SISTEM PELAYANAN SOSIAL MENURUT PARA AHLI



FUNGSI SISTEM PELAYANAN SOSIAL MENURUT PARA AHLI

1.      PBB
a.       Memperbaiki secara progres kondisi kehidupan manusia
b.      Mengembangkan sumber-sumber daya
c.       Orientasi terhadap manusia melakukan penyesuaian dan perubahan
d.      Menciptakan dan memobilisir sumber-sumber kemasyarakatan untuk tujuan pengembangan
e.       Menyediakan kelembagaan yang terstruktur untuk keberfungsian organisasi pelayanan lainnya



2.      Richard M. Titmus
a.       Pelayanan-pelayanan atau bentuk bantuan untuk meningkatkan kesejahteraan individu, keluarga, atau kelompok baik waktu pendek maupun panjang (a day care program)
b.      Pelayanan-pelayanan atau bantuan untuk melindungi masyarakat (probation)
c.       Pelayanan-pelayanan atau bantuan sebagai suatu investasi di dalam diri manusia untuk pencapaian tujuan-tujuan sosial (a manpower program)
d.      Pelayanan-pelayanan atau bantuan sebagai kompensasi untuk masalah sosial akibat kesalahan pelayanan (kompensasi kecelakaan industri)



3.      Alfred J. Khan
a.       Pelayanan sosial untuk tujuan sosialisasi dan pengembangan
b.      Pelayanan sosial untuk tujuan penyembuhan, pertolongan, rehabilitatif dan perlindungan sosial.
c.       Pelayanan akses.





Sumber :

                        http://www.google.com//fungsi sistem pelayanan sosial//
                        Wibhawa,Budi dkk. Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial. 2010.
                                                Bandung : Widya Padjajaran.
                        

FAKTOR PENYEBAB STRUKTUR KEMAJEMUKAN MASYARAKAT INDONESIA



FAKTOR PENYEBAB STRUKTUR MAJEMUK MASYARAKAT INDONESIA SETELAH KEMERDEKAAN

1. Bentuk wilayah yang berupa kepulauan. Keadaan geografik wilayah Indonesia yang terdiri atas kurang lebih tiga ribu pulau yang terserak di sepanjang equator kurang lebih tiga ribu mil dari timur ke barat, dan seribu mil dari utara selatan, merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya pluralitas sukubangsa di Indonesia.
Kondisi ini mengakibatkan, meskipun berasal dari nenek moyang yang sama, tetapi akhirnya mereka terpisah-pisah di pulau-pulau yang saling berbeda, sehingga masing-masing terisolasi dan mengembangkan kebudayaan sendiri. Jadilah masyarakat Indonesia mengalami kemajemukan ethnik atau sukubangsa.
2. Letak wilayah yang strategis. Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera, Keadaan ini menjadikan Indonesia menjadi lalu lintas perdagangan, mengakibatkan. Indonesia banyak didatangi oleh orang-orang asing yang membawa pengaruh unsur kebudayaan, antara lain –yang paling menonjol– adalah agama sehingga  sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas agama di dalam masyarakat Indonesia.
Kondisi ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal agama. Lima agama besar dunia ada di Indonesia. Lima agama besar yang dimaksud adalah
(1) Hindu (pengaaruh India),
(2) Budha (pengaruh bangsa-bangsa Asia),
(3) Katholik (pengaruh kedatangan bangsa portugis),
(4) Kristen (pengaruh kedatangan bangsa Belanda), dan
(5) Islam (pengaruh masuknya pedagang-pedagang dari Timur Tengah).
3. Variasi iklim, jenis serta kesuburan tanah yang berbeda di antara beberapa tempat, misalnya daerah Indonesia bagian Timur yang lebih kering, tumbuh menjadi sukubangsa peternak, daerah Jawa dan Sumatra yang dipengaruhi vulkanisme tumbuh menjadi daerah dengan masyarajat yang hidup dari bercocok tanam. Variasi iklim dan jenis serta kesuburan tanah ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal kultur, antara lain cara hidup.

Sumber: http://www.google.com//

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi Sumber Pekerjaan Sosial


“ PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) DAN POTENSI SUMBER KESEJAHTERAAN SOSIAL (PSKS) “

A.    Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)
Penyandang Masalah Kesejateraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga, atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan yang di karenakan kesulitan atau gangguan yang tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara jasmani maupun rohari juga sosial secara memadai. Hambatan, kesulitan, dan gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan, dan perubahan lingkungan yang kurang mendukung. Seperti, terjadinya bencana alam atau bencana sosial.Adapun PMKS digolongkan sebagai berikut:
a.       Anak Balita Telantar, adalah anak yang berusia 0-4 tahun karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan : miskin/tidak mampu, salah seorang sakit, salah seorang/kedua-duanya, meninggal, anak balita sakit) sehingga terganggu kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangannya baik secara jasmani, rohani dan sosial.
b.      Anak Telantar, adalah anak berusia 5-18 tahun yang karena sebab tertentu, orang tuanya tidak dapat melakukan kewajibannya (karena beberapa kemungkinan seperti miskin atau tidak mampu, salah seorang dari orangtuanya atau kedua-duanya sakit, salah seorang atau kedua-duanya meninggal, keluarga tidak harmonis, tidak ada pengasuh/pengampu) sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani dan sosial.
c.       Anak Nakal, adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang berperilaku menyimpang dari norma dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, lingkungannya sehingga merugikan dirinya, keluarganya dan orang lain, serta mengganggu ketertiban umum, akan tetapi karena usia belum dapat dituntut secara hukum.
d.      Anak Jalanan, adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum.
e.       Wanita Rawan Sosial Ekonomi, adalah seorang wanita dewasa berusia 18-59 tahun belum menikah atau janda dan tidak mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
f.       Korban Tindak Kekerasan, adalah seseorang yang mengalami tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya dalam lingkungan keluarga atau lingkungan terdekatnya, dan terancam baik secara fisik maupun non fisik.
g.      Lanjut Usia Telantar, adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor-faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosial.
h.      Penyandang Cacat, adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan bagi dirinya untuk melakukan fungsi-fungsi jasmani, rohani maupun sosialnya secara layak, yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang cacat fisik dan penyandang cacat mental.
i.        Tuna Susila, adalah seseorang yang melakukan hubungan seksual dangan sesama atau lawan jenis secara  berulang-ulang dan bergantian diluar perkawinan yang sah dengan tujuan mendapatkan imbalan uang, materi atau jasa.
j.        Pengemis, adalah orang-orang yang mendapat penghasilan meminta-minta di tempat umum dengan berbagai cara dengan alasan untuk mengharapkan belas kasihan orang lain.
k.      Gelandangan, adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta mengembara di tempat umum.
l.        Bekas Warga Binaan Lembaga Kemasyarakatan (BWBLK), adalah seseorang yang telah selesai atau dalam 3 bulan segera mengakhiri masa hukuman atau masa pidananya sesuai dengan keputusan pengadilan dan mengalami hambatan untuk menyesuaikan diri kembali dalam kehidupan masyarakat, sehingga mendapat kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan atau melaksanakan kehidupannya secara normal.
m.    Korban Penyalahgunaan NAPZA, adalah seseorang yang menggunakan narkotika, psikotropika dan zat-zat adiktif lainnya termasuk minuman keras diluar tujuan pengobatan atau tanpa sepengetahuan dokter yang berwenang.
n.      Keluarga Fakir Miskin, adalah seseorang atau kepala keluarga yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan atau tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian akan tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga yang layak bagi kemanusiaan.
o.      Keluarga Berumah Tidak Layak Huni, adalah keluarga yang kondisi perumahan dan lingkungannya tidak memenuhi persyaratanyang layak untuk tempat tinggal baik secara fisik, kesehatan maupun sosial.
p.      Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis, adalah keluarga yang hubungan antar anggota keluarganya terutama antara suami -istri kurang serasi, sehingga tugas-tugas dan fungsi keluarga tidak dapat berjalan dengan wajar.
q.      Komunitas Adat Terpencil, adalah kelompok orang atau masyarakat yang hidup dalam kesatuan-kesatuan sosial kecil yang bersifat lokal dan terpencil, dan masih sangat terikat pada sumber daya alam dan habitatnya secara sosial budaya terasing dan terbelakang dibanding dengan masyarakat Indonesia pada umumnya,sehingga memerlukan pemberdayaan dalam menghadapi perubahan lingkungan dalam arti luas.
r.        Korban Bencana Alam, adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana alam yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Termasuk dalam korban bencana alam adalah korban bencana gempa bumi tektonik, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir, gelombang pasang atau tsunami,  angin kencang, kekeringan, dan kebakaran hutan atau lahan, kebakaran permukiman, kecelakaan pesawat terbang, kereta api, perahu dan musibah industri (kecelakaan kerja).
s.       Korban Bencana Sosial atau Pengungsi, adalah perorangan, keluarga atau kelompok masyarakat yang menderita baik secara fisik, mental maupun sosial ekonomi sebagai akibat dari terjadinya bencana sosial kerusuhan yang menyebabkan mereka mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
t.        Pekerja Migran Telantar, adalah seseorang yang bekerja di luar tempat asalnya dan menetap sementara di tempat tersebut dan mengalami permasalahan sosial sehingga menjadi telantar.
u.      Orang dengan HIV/AIDS (ODHA), adalah seseorang yang dengan rekomendasi profesional (dokter) atau petugas laboratorium terbukti tertular virus HIV sehingga mengalami sindrom penurunan daya tahan tubuh (AIDS) dan hidup telantar.
v.      Keluarga Rentan, adalah keluarga muda yang baru menikah (sampai dengan lima tahun usia pernikahan) yang mengalami masalah sosial dan ekonomi (berpenghasilan sekitar 10% di atas garis kemiskinan) sehingga kurang mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarga.

B.     Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial
Potensi Kesejahteraan Sosial adalah individu, kelompok organisasi, dan lembaga yang belum memiliki dan atau belum memperoleh pelatihan dan atau pengembangan di berbagaiaspek pembangunan kesejahteraan sosial sehingga keberadaannya belum dapat didayagunakan secara langsung untuk mendukung pembangunan kesejahteraan sosial.
Sumber Kesejahteraan Sosial adalah individu, kelompok, organisasi, dan lembaga yang telah memiliki kemampuan dan atau telah memperoleh pelatihan dan atau pengembangan di berbagai aspek pembangunan kesejahteraan sosial sehingga keberadaannya dapat didayagunakan secara langsung untuk mendukung pembangunan kesejahteraan sosial.
Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial adalah Potensi atau sumber yang ada pada manusia, alam, dan institusi sosial yang dapat digunakan untuk usaha kesejahteraan sosial.
Dengan penjabaran sebagai berikut :
a.       Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), adalah warga masyarakat yang atas kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial secara sukarela mengabdi di bidang Kesejahteraan Sosial.
b.      Organisasi Sosial (Orsos), adalah suatu perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum  maupun yang tidak berbadan hukum yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat  dalam melaksanakan Usaha Kesejahteraan Sosial.
c.        Karang Taruna (KT) adalah Organisasi sosial kepemudaan, wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat  khususnya generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang bergerak di bidang kesejahteraan sosial dan secara organisasi berdiri sendiri.Data PSKS Tahun 2008 | www.karangtarunabanten.com 4
d.      Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masayarakat (WKSBM) adalah sistem kerjasama antar keperangkatan pelayanan sosial di akar rumput yang terdiri  atas usaha kelompok, lembaga maupun jaringan pendukungnya. Wahana ini berupa jejaring  kerja dari pada kelembagaan sosial komunitas lokal, baik yang tumbuh melalui proses  alamiah dan tradisional maupun lembaga yang sengaja dibentuk dan dikembangkan oleh  masyarakat pada tingkat lokal, sehingga dapat menumbuh kembangkan sinergi lokal dalam  pelaksanaan tugas di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS)
e.       Dunia Usaha Yang Melakukan UKS  adalah organisasi komersial seluruh lingkungan industri dan produksi barang/jasa termasuk  BUMN dan BUMD serta wirausahawan beserta jaringannya yang dapat melaksanakan tanggung jawab sosialnya.



Sumber :

Panduan Pendataan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)  Potensi
 Sumber Kesejahteraan Sosial. 2007. Departemen Sosial Republik Indonesia.

Wibhawa, Budi dkk.  2010. Dasar-dasar Pekerjaan Sosial.
     Bandung:Widya Padjajaran.

KERANGKA REFERENSI PEKERJAAN SOSIAL



“ KERANGKA REFERENSI PEKERJAAN SOSIAL “

a.      Kerangka Pengetahuan ( Body Of Knowledge )
Pekerja sosial dalam memberikan pelayanan kepada klien harus mempergunakan pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang sudah teruji ketepatan dan kevaliditasnya.
Marry Richmod (1917) mengelompokkan pengetahuan Pekerjaan Sosial ke dalam tiga golongan :
1.      Pengetahuan tentang klien, baik klien sebagai individu, kelompok maupun masyarakat.
2.      Pengetahuan tentang lingkungan sosial, yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan masyarakat dan kebudayaan
3.      Pengetahuan tentang profesi pekerjaan sosial profesional
Elemen pengetahuanPekerjaan Sosiala menurut asosiasi sekolah-sekolah Pekerja Sosial di Amerika Serikat (1944), adalah Social Casework, Social Groupwork, Community Organiation/ Community Development, Social Research and Statistic, social Welfare Administration, Public Welfare and Child Welfare, Medical Information, and Psychiatric Information.

b.      Kerangka Nilai ( Body of Value)
Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik.
Pekerjaan Sosial dalam melaksanakan tugas-tugasnya dipengaruhi oleh nilai-nilai:
1.      Nilai Pribadi Pekerjaan Sosial
2.      Nilai Profesi Pekerjaan Sosial
3.      Nilai Klien atau Kelompok Klien
4.      Nilai Masyarakat
Morales dan Sheafor mengelompokkan elemen nilai dalam praktik Pekerjaan Sosial sebagai berikut:
1.      Niai pekerjaan Sosial (Nilai Personal dan Nilai Profesi)
2.      Nilai Pribadi (Nilai Klien)
3.      Nilai Lembaga (Tempat dimana pekerja sosial bekerja)
4.      Nilai Masyarakat (Dimana praktek pekerja sosial dilaksanakan)


Sumber nilai pekerjaan Pekerjaan Sosial pada dasarnya dikelompokkan menjadi 4 Kelompok:
1.      Nilai Masyarakat (Societal Values)
Praktik pekerjaan sosial selalu berdasarkan pada nilai-nilai masyarakat, karena profesi pekerjaan sosial mendapatkan misi untuk melaksanakan sebagian dari fungsi-fungsi masyarakat. Oleh sebab itu, praktik pekerjaan sosial akan mngambil dan dipengaruhi oleh nilai-nilai masyarakat. Jadi Profesi Pekerjaan Sosial harus selaras dengan nilai-nilai masyarakat.
2.      Kode Etik (Code of  Ethic)
Kode etik merupakan rumusan/standar/tuntunan tentang perilaku yang dianggap baik dan perlu ditunjukkan oleh anggota profesi dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Tujuan dan fungsi kode etik adalah:
a.       Melindungi reputasi profesi dengan jalan memberikan kriteria yang dapat diikuti untuk mengatur tingkah laku anggotanya
b.      Secara terus-menerus meningkatkan kompetensi dan kesadaran tanggung jawab bagi para anggota di dalam melaksanakan praktek
c.       Melindungi masyarakat dari praktik yang tidak kompeten

3.      Agency Purpose (Tujuan lembaga dimana pekerja sosial bekerja)
Pekerja Sosial harus mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam lembaga dimana pekerja sosial tersebut bekerja.
4.      Theory (Teori)
Setiap teori dari suatu pfesi mempunyai nilai. Nilai teori pekerjaan sosial dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a.       Nilai tentang konsepsi orang
b.      Nilai tentang masyarakat
c.       Nilai yang berkaitan dengan interaksi antar orang

c.       Kerangka Keterampilan ( Body of Skill)
Keterampilan merupakan komponen penting dalam kerangka referensi pekerjaan sosial, sebab keterampilan pada prinsipnya merupakan alat untuk memadukan kerangka pengetahuan dan kerangka nilai.
Sejalan dengan hal tersebut, Naomi I. Brill, menyatakan bahwa keterampilan-keterampilan daklam profesi pekerjaan sosial meliputi:
1.      Differential Diagnosis, manusia pada dasarnya unik, artinya manusia yang satu berbeda dengan yang lainnya. Oleh karena itu, permaslahan manusia yang satu akan berbeda dengan ynag lain. Pekerja sosial diharapkan mampu mendiagnosa perbedaan tersebut. Keterampilan Differential Diagnosis adalah keterampilan atau kemampuan pekerja sosial untuk memahami keunikan klien, masalah dan situasi sosail.
2.      Timing,  dalam hal ini berarti pekerja sosial harus mempunyai keterampilan untuk merencanakan dan menggunakan waktu secara tepat.
3.      Partialization, Pekerja Sosial harus mempunyai keterampilan untuk memisah-misahkan yaitu mengelompokkan, mengklasifikasikan, merealisasikan, menganalisis dan menginterpretasikan masalah, termasuk didalamnya kemampuan menentukkan prioritas utama tentang kebutuhan klien
4.      Focus, masalah sosial mempunyai banyak dimensi dan masing-masing saling berinteraksi. Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan pekerja sosial dalam bekerja sama dengan klien untuk mengkonsentrasikan kegiatannya terhadap aspek-aspek yang berpengaruh terhadap permasalahan dan situasi klien.
5.      Establishing Partnership, kemampuan ini menunjukkan kemampuan Pekerja Sosial dalam mengajak klien unuk maupun orang-orabg atau sistem sosial yang terkait dalam usaha pemecahan masalah.

Keterampilan dasar Pekerjaan  Sosial:
1.      Keterampilan pertolongan dasar (Basic Helping Skills)
Menolong merupakan suatu proses yang bertujuan dan direncanakan. Para penolong berelasi dengan orang yang memerlukan pertolongan juga dengan berbagai kegiatan penyeleksisan dan strategi pertolongan, karakteristik klien, dan juga karakteristik elemen dari sistem.
2.      Keterampilan melakukan Perjanjian (Engangement Skill)
Dalam proses engangement akan meningkat pada saat pekerja sosial mampu menjalankan peranan dan tanggung  jawab serta mampu menjelaskan hak, tanggung jawab, dan pendapat klien.
3.      Keterampilan Berkomunikasi (Communication Skills)
Komunikasi merupakan keterampilan dalam mendengarkan dan instrument terpenting dalam komunikasi adalah interview.
4.      Keterampilan Observasi (Observation Skills)
Keterampilan melihat, bukan hanya yang informational tapi juga kebenaran dari informasi verbal.
5.      Keterampilan Empati (Empathy Skills)
Empati adalah proyeksi (pemibndahan) imaginatif sesorang ke dalam kehidupan .


Sumber :  
Wibhawa, Budi dkk. 2010.Dasar-dasar Pekerjaan Sosial.
      Bandung:Widya Padjajaran.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhnflti_fWAA_1RO2B49iJzNOFkJhAaFu7eJDqZyZSW7UYFmsBV0FMEvuiL63760-67GBlVYkSVSHgPu28MSvM2Oc4mHdq-BmrnFEEQUDs5_LoJ2aaMTUREcUrLI8PWqOeTRP2lYyhVaUzG/s320/anak-jalanan.gif
 


a.    Latar Belakang
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solektif. Padahal mereka adalah saudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah pilihan hidup yang diinginkan oleh siapapun. Melainkan  keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi permasalahan sosial  yang menuntut perhatian kita semua. Dan untuk mengatasinya diperlukan tindakan secara kolektif.  Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung  berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya ,padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang. Hal ini sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah seseorang yang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan menurut UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan
Anak didefinisikan sebagai seorang manusia yang masih kecil yang berkisar usianya antara 6–16 tahun yang mempunyai ciri-ciri fisik yang masih berkembang dan masih memerlukan dukungan dari lingkungannya.













b.    Defenisi Anak Jalanan
Menurut Thackeray dan Farley Anak Jalanan adalah anak yang berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan berkeliaran di jalanan maupun tempat-tempat umum
c.     Faktor Penyebab Anak Jalanan
Beragam faktor yang paling dominan menjadi penyebab munculnya anak jalanan adalah faktor kondisi sosial ekonomi di samping karena adanya faktor broken home serta berbagai faktor lainnya.
Hasil penelitian Hening Budiyawati, dkk. (dalam Odi Shalahudin, 2000 :11) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak pergi ke jalanan berdasarkan alasan dan penuturan mereka adalah karena :
1.       Kekerasan dalam keluarga.
2.       Kemiskinan
3.       Keterbatasan kesempatan kerja
4.       Eksploitasi
5.       Ingin bebas.
6.       Ingin memiliki uang sendiri, dan
7.       Pengaruh teman.
d.    Akibat Dari Masalah Anak Jalanan
ü  Banyak anak yang terpaksa meninggalkan sekolah atau tidak sekolah sama sekali. Keadaan ini diperparah oleh sikap orang tua yang lebih cenderung mendorong anaknya bekerja dan menghasilkan uang, daripada bersekolah yang dirasa hanya menghabiskan uang dan tidak menjanjikan apa-apa. Ini mengakibatkan terbentuknya eksploitasi antara orang tua dan anak
ü  Perlahan secara bertahap anak-anak ini mengalami perubahan perilaku ke rah pelecehan dan pelanggaran norma dan hukum. Mereka mulai cuek, liar, seenaknya dan tidak peduli pada orang lain, melakukan pelanggaran norma dan hukum.
ü  Terbentuknya komunitas-komunitas anak jalanan yang berfungsi sebagai keluarga kedua yang dimanfaatkan oleh anak-anak itu sendiri atau oleh orang lain untuk tujuan kriminal dan asusila
ü  anak jalananPerluasan wilayah konflik. Keberadaan anak-anak di jalanan, tempat ramai dan menjadi pekerja sektor informal bukan saja belum dilindungi hukum tetapi melanggar hukum, sehingga mengalami konflik dengan berbagai pihak seperti polisi, kamtib,maupun pihak tidak resmi.





GUSTIN HELINGO
      11.04,132
            2.D







e.     Upaya Penanganan Masalah
Upaya dari pemerintah untuk menangani masalah anak jalanan sebenarnya sudah terlalu banyak diantaranya program perlindungan anak,Program rumah singgah, Pemberian layanan pendidikan gratis, dll. Namun program ini dirasakan kurang efektif karena kadang-kadang kurang tepat sasaran. Untuk itu dalam  mengatasi masalah anak jalanan, bukan hanya upaya pemerintah saja yang di harapkan untuk mrnyelesaikannya. Namun peran masyarakatpun sangat di butuhkan dalam penanganan masalah ini setidaknya bekerjasama dalam memberikan pelatihan baca-tulis, dan keterampilan lain seperti menjahit,membuat peralatan multi guna,dll.
Setidaknya anak jalanan juga harus memiliki kesempatan untuk dapat mengembangkan keterampilan- keterampilan yang dimiliki, sehimgga ia dapat hidup mandiri tanpa harus menggelandang di luar sana.
 Sekali lagi bahwa anak jalanan itu ada dan perlu penangan khusus untuk menyelesaikan masalah ini, dan usaha itu di perlukan dari seluruh pihak tak terkecuali masyarakat. Jadi baik masyarakat tidak boleh mengabaikan mereka, cobalah ikut sertakan mereka dalam kegiatan-kegiatan masyarakat yang sering di lakukan. Mereka sama seperti kita, yang memilki potensi, tapi sayangnya mereka sering kali tidak memiliki kesempatan untuk mengasah dan bahkan menunjukannya, maka dari itu berikanlah kesempatan kepada mereka.